Seberapa jauhkah Sorga dari bumi....
Sehingga Kamu, gagal mendengarkan doa ku
Seberapa tinggikah Tahta Mu dari bumi...
Sehingga Engkau, tak mendengar teriakan ku
Tuhan...
Hidup itu pahit..
Aku berjuang untuk mereka
Lalu caci yang aku terima...
Tuhan..
Aku berjuang untuk tidak mengeluh..
Tidak sekali pun aku menunjukkan raut wajah mengeluh
Tidak Tuhan..
Maaf... Hanya kepada Mu lah aku tumpahkan seluruh kekesalan jiwaku
Malam ini aku terjebak dalam selimut kegelapan
Berpikir dengan keras...
Ku pikir aku tak akan bisa melalui ini semua tanpamu
Aku tak akan bisa..
Malam ini aku menggeliat di atas kasur kegelisahan
Mengigil dalam keputusasaan..
Sajak sajak langit membuat ku marah
Cambukan malaikat mengiris ku pedas..
Lalu lirih... aku terhenyak..
Ku pikir nafas ku padam
Ku pikir otak ku bungkam
Kiamat datang malam ini..
Dari singgasana para dewa
Mungkin kita iri melihat orang yang menemukan uang seratus dolar tepat dihadapan kita.
Padahal, seandainya saja, kita berpikir cukup rasional, bahwa orang itu bukanlah orang yang beruntung, dia hanya berangkat lebih awal beberapa detik dari anda, sehingga dia sampai lebih dahulu disana, dan menemukan uang itu.
Coba bila anda sedikit lebih rajin, bukan mustahil, andalah yang akan mendapatkan uant tersebut.
Dari singgasana para dewa
Bahwa sesungguhnya
Aku selalu menyakiti Mu
Bahwa sesungguhnya
Kebanggaan ku mungkin sebuah borok di mata Mu
Bahwa setiap kali aku mencoba menyenangkan Mu
Namun, darah dan daging ku, melemparkan ku menjauh dari Tahta Mu
Dan bahwa sesungguhnya
Kau tetap setia berada di sana
Seraya berkata...
Pulanglah anak Ku..
Dari singgasana para dewa
Seandainya aku bisa mencari kata-kata yang tepat
Untuk ku muntahkan tepat di daun telinga mu
Agar engkau mendengar dengan jelas
Agar hatimu terbuka dengan lapang
Seandainya aku bisa menemukan segumpal keberanian
Diantara rimba ketakutan dan keraguan
Agar bisa ku buka mulutku
Agar mampu ku angkat lidah ku
Namun..
Aku hanya bersembunyi layaknya kucing menghindari hujan
Aku hanya sanggup meletakkan bunga itu di sela ransel mu
Tanpa cukup jantan untuk menunjukkan rasa cintaku
Tanpa punya nyali untuk melihat ke mata mu
Jejak-jejak hitam debu jalanan
Menderu riuh, meraung, bercampur deru mesin kendaraan
Tatap mata mereka yang tajam
Seakan menusuk mencari keadilan
Namun sombong melangkah di sebuah sedan yang menggelinding perlahan
Tidak perduli dengan segala teriakan penuh amarah
Seakan, memang demikian takdir kehidupan
Mereka adalah sampah dan kau seorang raja
Teriakan yang kasar, adakah kau dengar?
Tangis yang membahana, adakah kau dengar?
Lolongan sakit di gelap malam, adakah kau dengar?
Atau memang kamu sudah tuli, kawan...
Bila jiwa mu bersedih
Dan relung hati mu ingin menangis
Bila semua kenyataan tidak pernah terasa manis
Cobalah untuk bernyanyi
Bila lagu yang kau senandungkan masih terasa hampa
Ketika di tengah keramaian engkau merasa sendirian
Bila lagu sedih yang kau nyanyikan terasa begitu kering
Cobalah untuk bermimpi
Ingatlah...
Bahwa setiap kali mentari terbit
Setiap kali dia mengajakmu melupakan masa lalu
Setiap kali pula ia menantangmu untuk menggapai
...Sebuah Harapan...
Langganan:
Postingan (Atom)